home

Jumat, 01 April 2011

ADAS TANAMAN YANG BERPOTENSI DIKEMBANGKAN SEBAGAI BAHAN OBAT ALAMI

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/gambar/adas.jpgTanaman Adas  (Foeniculum vul-gare Mill.) adalah tanaman herba tahunan  dari familii Umbelliferae dan genus Foeniculum.  Tanaman ini berasal dari  Eropa Selatan dan daerah Mediterania,  yang ke-mudian  menyebar cukup luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India,  Itali,  Indian, dan  termasuk negara Indonesia.   Genus Foeniculum  mempunyai tiga spesies yaitu F. vulgare (adas), F. azoricum (adas bunga di-gunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (adas manis digunakan juga sebagai sayuran). F. vulgare mempunyai sub spesies yaitu  F. fulgare var. dulce dan F. vulgare var. vulgare. Di Indonesia dikenal dua jenis adas yang termasuk ke dalam famili Umbelliferae, yaitu  adas (F. vulgare Mill.) dan adas sowa (Anetum graveolens Linn.)  Kedua  jenis ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia,  ter-utama  adas (F. vulgare Mill.)  Sedangkan A. graveolens Linn lebih banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah dan daunnya dimakan sebagai lalap.
 
selain sebagai bumbu masak,  tanaman adas mempunyai banyak kegunaan mulai  dari akar, daun, batang dan bijinya.   Daun adas digunakan sebagai di-uretik (pelancar air seni) dan me-macu pengeluaran keringat.  Akar-nya berkhasiat sebagai obat batuk, pencuci perut  dan sakit perut se-habis melahirkan.  Tanaman muda  digunakan juga sebagai obat gang-guan saluran pernapasan dan dari ekstrak buah adas dapat digunakan  untuk mengobati mulas.


Mengingat kegunaannya sebagai tanaman obat, maka tanaman adas merupakan salah satu tanaman  yang mempunyai peranan penting dalam industri obat tradisional di Indone-sia.  Hal ini dapat dilihat dari laju permintaan  dalam negeri terhadap simplisia adas yang terus mening-kat. Pada tahun  1984  pemakai-     an adas sebesar 10.498 ton/tahun, pada  tahun 1993 meningkat menjadi 321.520 ton/tahun.  Laju permintaan yang tinggi ini tidak diimbangi dengan budidaya secara intensif se-hingga negara Indonesia mengimpor  adas pada tahun 2000 sebesar   3.000 ton dari negara India, Mesir dan Iran, karena produksi lokal  hanya berkisar 300 ton/tahun.

Melihat   kegunaannya yang beragam dan kebutuhan dalam negeri yang belum terpenuhi maka tanaman ini cukup potensi untuk dikembangkan. Untuk mendukung pengembangan tanaman adas perlu di-ketahui informasi tentang tanaman adas mulai dari  kegunaan, syarat tumbuh, penanganan benih dan teknik budidayanya. 
Deskripsi Tanaman Adas
Tanaman dicirikan dengan ben-tuk herba tahunan, tingga tanaman dapat mencapai 1 – 2 m dengan percabangan  yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip, berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 dm,  bunga ber-warna kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar terdapat 15 – 40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1 – 6 cm.  Bunga ber-bentuk oblong dengan panjang 3,5 – 4 mm.  Dalam masing-masing   biji terdapat tabung minyak yang letak-nya berselang-seling. Pada waktu muda biji  adas bewarna hijau ke-mudian  kuning kehijauan, dan ku-ning kecokelatan pada saat panen. 
Kandungan bahan aktif          
Kandungan atsiri adas bervariasi antara 0,6 – 6%.  Buah yang terletak di tengah-tengah payung umumnya mengandung minyak atsiri yang lebih tinggi dan baunya lebih tajam  dibandingkan dengan buah yang terletak di bagian lain. Iklim dan waktu panen  sangat menentukan kandungan minyak atsiri.

Tabel 1. Kadar minyak atsiri, anethol, fenchone dan estragol

Jenis/tempat asal Kadar minyak(g/100 ml) Anethol (%) Fenchone (%) Estragol (%)
 Adas  (F. vulgare) Cipanas, Jawa Barat 3,83 43,3 33,3 15,3
Adas (F. vulgare) Lembang , Jawa Barat 3,23 28,3 28,9 16,9
Adas  jamu (F. vulgare) Jawa  Tengah 4,39 44,5 16,9 22,7
Adas (F. dulce)  dari pedagang 2,23 73,0 2,0 0,96
Anis (Star anis) dari pedagang 13,97 82,8 - 0,96
Sumber: Risfaheri dan Makmun (1999)

Minyak atsiri  yang paling utama  dari varietas dulce mengandung anethol (50 – 80%), limonene (5%), fenchone (5%), estragol (methyl-chavicol), safrol, alpha-pinene (0,5%), camphene, beta-pinene, beta-myrcene dan p-cymen. Sebalik-nya varietas vulgare tidak dibudi-dayakan, kadang-kadang mengandung lebih banyak minyak atsiri, tetapi karena dicirikan oleh  fen-chone yang pahit (12 – 22%) sehing-ga harganya lebih murah dari varietas dulce.

Kegunaan sebagai bumbu dapur
Biji  dan  minyak yang sudah di-destilasi dapat digunakan sebagai flavor (aroma) dalam industri makanan  seperti  bumbu daging, sayur-an, ikan, saus, sop,  salad dan lain-lain. Biji yang sudah dihancurkan dapat juga digunakan sebagai  bumbu salad (mayonnaise, kue yang manis). Tepung adas digunakan juga untuk bumbu kari,  daun yang muda dapat dimakan sebagai sayuran segar (lalap).

Kegunaan untuk obat dan industri lainnya 

Sebagai tanaman obat adas dapat digunakan sebagai antispasmodik, karminatif, diuretik (pelancar air seni), ekspektoran (pengencer da-hak), laxative, stimulant (perang-sang),  dan obat sakit perut.  Dari sedikit akar  yang direbus sebagai sayuran  bisa digunakan untuk obat  batuk (pelancar dahak).  Adas juga digunakan  sebagai obat untuk merangsang air susu ibu (pelancar ASI), sebagai obat kolik dan digunakan untuk memperbaiki rasa obat lainnya. Minyak esensial dan oleoresin adas  dapat digunakan untuk aroma sabun, kream, parfum dan minuman beralkohol. Obat-obatan herbal Cina juga menggunakan adas sebagai obat gra-stroenteritis, hernia, gangguan pen-cernaan, gangguan abdomen, meng-hancurkan lendir dan merangsang produksi susu. Minyak esensial  adas dilaporkan bisa menstimulasi per-baikan liver pada tikus putih dan juga sebagai antibakteri.  
Untuk kesehatan wanita  selain meningkatkan produksi ASI, adas juga dapat memperlancar haid, dan meningkatkan hormon estrogen se-hingga adas juga dapat memper-lambat menopause. Adas  juga dapat digunakan sebagai terapi  tradisional kanker prostat, dengan dosis 1 – 2 sendok teh adas yang telah dihancurkan kemudian direndam dalam secangkir air panas selama 10 menit, dan di-minum sebanyak 3 cangkir tiap hari.

Adas sebaiknya jangan diberikan pada penderita alergi terhadap wor-tel, selederi, penderita epilepsi dan anak di bawah umur. Adas aman digunakan sebagai obat dalam jang-ka waktu yang tidak lama.  Pemakai-an jangka lama dalam jumlah yang banyak akan memberikan efek samping di antaranya, kulit menjadi sensitif terhadap cahaya matahari,  di mana kulit menjadi gelap dan sakit terbakar matahari.  Sehingga selama pemakaian adas sebaiknya memakai proteksi (sunblock) apabila keluar ruangan.

Tabel 2. Analisis  faktor  sumbangan  dan  kompensasi  pengelolaan pada usahatani adas seluas 0.1 ha di Kecamatan Ampel dan Cepogo
 
Uraian Nilai (Rp) Sumbangan (%)
Pendapatan kotor 928.917,65 100,00
Biaya (236.047,38)  (25,41)
Bibit 851,06    0,09
Pupuk kandang 58.088,24    6,25
Pupuk urea 9.816,18    1,06
Pupuk TSP (kg) 8.278,19    0,89
Pestisida 1.470,59    0,16
Alat (paket) 5.700,00    0,61
Tenaga kerja 151.843,14  16,35
Kompensasi pengelo-laan 692.870,26  74,59

Sumber : Pribadi et al 1993

 
Persyaratan tumbuh
Tanaman adas dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi (10 – 1.800 m dari pemukaan laut).  Di pulau Jawa adas ditanam pada daerah dengan ketinggian 1.600 – 2.400 m dpl.  Adas memerlukan cuaca sejuk dan cerah (150C – 200C)  untuk menunjang pertumbuhannya, dengan curah hujan sekitar 2500 mm/tahun.  Adas banyak ditemukan di tepi sungai, danau atau tanggul daerah pembuangan. Adas merupa-kan tanaman khas di palung sungai.  Adas akan tumbuh baik pada tanah berlempung, tanah yang cukup subur dan berdrainase baik, berpasir atau liat berpasir dan berkapur  dengan pH 6,5 – 8,0.

Bahan Tanaman
Tanaman adas diperbanyak se-cara generatif (benih).  Benih  di-panen dari buah yang sudah masak dengan kriteria berwarna hijau terang (masak fisiologis). Tanaman dari famili Umbelliferrae seperti  ke-tumbar, adas biasanya mempunyai daya berkecambah yang rendah (di bawah 70%). Untuk meningkatkan persentase berkecambah diperlukan perlakuan (treatment) terhadap benih sebelum ditanam di antaranya  pe-rendaman dalam air selama 24 jam, perendaman dalam larutan PEG dan KNO3. Kebutuhan bibit/ha adalah sebanyak 0.5 – 1 kg (disemaikan terlebih dahulu) dan 4 – 6 kg  apabila ditanam  langsung di lapang.

Budidaya
Pengolahan lahan dimulai dari  pembersihan  lahan dari gulma, pen-cangkulan dan penggarpuan yang dilanjutkan dengan pembuangan sisa-sisa akar tanaman lain. Selanjut-nya dilakukan pembuatan lubang ta-nam dengan jarak tanam yang biasa digunakan yaitu (0,5 – 1) x 1 m. Lubang tanam yang telah disiapkan kemudian diisi dengan pupuk kan-dang sebanyak lebih kurang 100 g/lubang.
Penanaman dilakukan pada permulaan musim hujan, dimana setiap lubang tanam ditanam 1 bibit.  Adas selain dibudidayakan secara monokultur juga dapat ditanam di lahan-lahan terbuka yang belum dimanfaatkan, di pematang kebun atau di pinggir jalan (tumpang sari dengan tanaman lain).  Pemeliharaan yang dilakukan  meliputi penyiangan gulma, pemupukan ulang dan pem-berantasan hama dan penyakit.
Tanaman adas sangat respon ter-hadap pemupukan N, P dan K.  Untuk mendapatkan hasil  panen se-besar 113 kg/ha di India membutuh-kan 27 kg N, 5 kg P dan 17,5 kg K/ha.  Sedangkan di Indonesia untuk mendapatkan hasil panen  basah se-besar 900 g/tanaman dibutuhkan   56,68 kg N, 11,73 kg P dan 30 kg CaO/ha. 
Tanaman adas juga sangat respon dengan irigasi. Pemberian irigasi  diperhitungkan dengan stadia per-tumbuhan tanaman, pengairan di-berikan apabila eoeporimeter menunjukkan defisit 30 – 40 mm.  Irigasi yang teratur akan meningkatkan hasil dan mutu buah, interval pemberian tergantung pada tipe tanah dan kultivarnya.

Panen  dan pasca panen
Tanaman adas  mulai dipanen pada umur 8 bulan setelah tanam yang ditandai dengan warna buah hijau keabu-abuan sampai ke-hitaman dan cukup keras apabila dipijit.  Buah adas matangnya tidak serempak, sehingga panennya membutuhkan waktu yang cukup lama (4 bulan) dengan  15 kali pemetikan  dalam interval waktu 1 – 2 minggu.  Pemanen dilakukan dengan  cara memetik karangan buah yang telah masak,  buah yang masih  muda di-tinggalkan untuk periode panen berikutnya.
 Buah hasil panen dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air mencapai 12 – 14%.  Buah yang telah dikeringkan kemudian di-bersihkan dari kotoran tanaman. Pengemasan dilakukan dalam kan-tong-kantong plastik yang bersih dan disimpan dalam gudang.
Perubahan komposisi kimia minyak adas yang disebabkan oleh perlakuan penyimpanan dengan ana-lisis GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometri), pada minyak adas yang telah disimpan selama 3 bulan menunjukkan bahwa kom-ponen utamanya yaitu trans-anethol mengalami oksidasi dan reduksi menjadi p-anisaldehid, anis keton dan senyawa benzil metilketon. Perubahan komposisi kimia minyak adas tersebut diperkirakan karena pengaruh cahaya dan oksigen yang terdapat di udara. Wadah simpan yang  digunakan untuk menyimpan  minyak adas tersebut adalah botol yang bening (transparan), yang se-baiknya digunakan botol yang gelap.

Analisis Ekonomi
Pada tahun 1993 adas menduduki urutan ke 7 dalam urutan 50 besar simplisia yang banyak digunakan oleh industri obat tradisional. Di Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa adas dapat memberikan kon-tribusi terhadap pendapatan ke-luarga petani sebesar 14,92% .

Faktor produksi yang nyata hubungannya  dengan produksi adas adalah penggunaan bibit dan pupuk kandang secara parsial. Untuk pe-nambahan 1% bibit produksi akan turun sebesar 5,71%. Akan tetapi penambahan pupuk kandang sebesar 1% akan meningkatkan produksi sebesar 5,77%.

Pada biaya panen tahun pertama, biaya usaha terbesar yang dikeluar-kan oleh petani untuk usaha tani adas adalah untuk tenaga kerja mencapai 16,35% dari biaya usaha tani, menyusul biaya pupuk kandang yaitu 6,25%, sedangkan nilai biaya produksi total hanya 25,41% dari pendapatan kotor. Petani mendapat-kan kompensasi pengelolaan yang cukup besar yaitu 74,59% dari pendapan kotor.

Perhitungan  analisa usaha tani adas pada tahun 2000 dengan luas lahan 1 ha dan produksi 800 kg, harga jual Rp 9.000/kg keuntungan yang diterima  sekitar Rp 4.072.000. Dengan pendapatan tersebut petani dianggap menggunakan lahan sen-diri tanpa pengeluaran biaya untuk sewa lahan. (Sumber : Devi Rusmin dan  Melati, Warta Puslitbangbun Vol.13 No. 2, Agustus 2007)

Tidak ada komentar: